Jakarta, Swatani.id
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara meminta pemerintah segera memperbaiki kebijakan importasi yang selama ini kurang berpihak pada para petani.
Menurut Bhima, kebijakan impor yang tidak sesuai hanya akan membuka celah kepada importir atau pencari untung lainya untuk melakukan impor secara tidak sehat. Apalagi hal tersebut dapat mengakibatkan kerugian produksi kepada para petani.
“Buat petani mereka akan berpikir ganti komoditas karena komoditas yang ditanamnya sudah dominan impor dan harga di level petani juga terlalu rendah sehingga tidak mampu mengembalikan modal pada waktu menanam. Yang lebih beresiko lagi dikhawatirkan petani berpikir alih profesi sehingga produksi pertanian dan ketahanan pangan akan menjadi masalah,” kata Bhima, Selasa, 12 Januari 2021.
Disisi lain, langkah Kementerian Pertanian (Kementan) dalam meningkatkan produksi pangan nasional dinilai sudah tepat. Namun, kata Bhima, Pemerintah harus fokus memperbaiki tata niaga impor yang didukung dengan penggunaan data yang valid.
“Pastikan lagi data produksi konsumsi valid serta analisa kajian yang objektif. Itu saya kira yang perlu dilakukan,” katanya.
Sementata itu, Ketua Departemen Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Gajah Mada (UGM) Jangkung Handoyo Mulyo menilai regulasi kebijakan harga harus memberikan insentif bagi produsen pangan, sehingga mereka tetap memperoleh insentif ekonomi dalam bentuk producen surplus untuk memotivasi produsen dalam menjamin keberlangsungan proses produksi pangan.
“Diperlukan kerja ekstra keras, diantaranya adalah dengan melakukan pemantauan dinamika harga pangan secara rutin. Selain itu, juga perlu mengevaluasi efektifitas harga pasar pangan dengan melibatkan para stakeholder secara lanjut sehingga bisa dilakukan reformulasi kebijakan manakala diperlukan,” tutupnya.
Sebelumnya, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengatakan bahwa kinerja sektor pertanian pada tahun 2020 sudah berada di jalur yang tepat, karena mampu menurunkan angka impor dengan memperkuat posisi produkai. Karena itu, ke depan, semangat kerja yang ada harus terus dipompa untuk mewujudkan pertanian yang jauh lebih baik lagi.
“Impor pangan kita turun sekitar 10,2 persen. Begitupun ekspor pertanian kita naik 12 persen. Kita on the right track, tapi tidak cukup. Kita harus terus bekerja untuk rakyat Indonesia,” katanya.
Untuk itu, ia berharap, ke depan sasaran kinerja pertanian harus difokuskan pada upaya peningkatan produktivitas serta menjamin kesejahteraan petani. Karenanya pemerintah memiliki target peningkatan ekspor tiga kali lipat sebagai langkah kongkrit dalam mengakomodir semua pemangku kepentingan pembangunan pertanian.
“Tugas kita yang bergerak di sektor pertanian ini tidak kecil. Mau seperti apapun kondisi pandemi saat ini, kita harus terus memastikan kebutuhan pangan 273 jiwa warga Indonesia. Jangan sampai masyarakat tidak bisa makan. Sekarang ini kita harus bisa memaksimalkan potensi produk kita untuk ekspor. Lihat data kabupaten, mana saja yang membutuhkan bantuan. Kita harus bantu fasilitasi,” tutupnya.