Jakarta, Swatani.id
Kementerian Pertanian dan PT Pupuk Indonesia kembali mempertegas akan mengawal secara maksimal kebijakan terkait pupuk bersubsidi. Hal ini disampaikan dalam Dialektika dengan tema ‘Evaluasi Subsidi Pupuk, Tunai Jadi Solusi?’ yang dilaksanakan Media Indonesia, Rabu (10/2/2021), dan disiarkan secara live streaming.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan pemerintah selalu mengawal kebijakan yang dikeluarkan, termasuk mengenai pupuk bersubsidi.
“Pupuk subsidi adalah bentuk keseriusan pemerintah untuk menjaga ketahanan pangan. Dengan kebijakan ini, kita ingin meningkatkan produktivitas pertanian. Untuk itu kita selalui memantau dan mengawal kebijakan pupuk subsidi agar lebih tepat sasaran,” katanya.
Sementara Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy, yang diwakili Kasubdit Pupuk Bersubsidi Yanti Ermawati, mengatakan Kementan berupaya maksimal menetapkan kebijakan yang paling minim resiko paling banyak manfaat.
“Namun, kebijakan tersebut membutuhkan sinergi dari instansi terkait, karena tidak mungkin kita bergerak sendiri,” katanya.
Mengenai penyaluran pupuk bersubsidi, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan menetapkan secara tertutup agar bisa langsung ke sasaran.
“Dalam hal penyaluran pupuk dilakukan secara tertutup melalui Permendag 15/2013 agar penyaluran lebih ke sasaran dan tepat waktu. Kita juga menyesuaikan musim tanam dan berupaya untuk melakukan penyaluran agar tepat waktu,” jelasnya.
Ditambahkannya, sasarannya adalah petani penerima pupuk bersubsidi yang tercantum dalam sistem eRDKK. Termasuk jumlah pupuk yang diusulkan.
“Yang menjadi masalah, petani yang tidak tercantum dalam sistem eRDKK juga menuntut mendapatkan pupuk subsidi. Padahal pupuk subsidi hanya diberikan kepada petani yang tergabung dalam kelompok tani dan sudah menyusun RDKK tahun sebelumnya, dan selanjutnya dituangkan dalam sistem eRDK untuk dijadikan dasar pertimbangan penyaluran pupuk bersubsudi tahun berjalan. Perbedaan pemahaman pendataan ini seringkalu menimbulkan polemik, jadi seharusnya tidak ada kelangkaan,” jelasnya.
Direktur Pemasaran PT Pupuk Indonesia, Gusrizal, mengutarakan hal serupa.
“Karena memang sistem pupuk subsidi tertutup, berarti harus didata. Kata kuncinya adalah ada yang didata. Berarti ada yang di luar data. yang di luar data inilah yang kemudian menuntut mendapatkan, pupuk subsidi,” jelasnya.
Gusrizal juga berharap penggunaan pupuk subsidi diproporsionalkan agar tidak timbul polemik lain.
“Di dalam eRDKK pun ada tantangannya. Misalnya jumlah pupuk yang diusulkan 24 juta ton, namun alokasi hanya bisa 9 juta ton. Berarti penggunaan dan distribusi pupuk harus diproporsionalkan. Tapi di daerah tidak mau. Mereka tetap minta jumlah 24 juta itu sesuai usulan. Padahal seharusnya diproporsionalkan,” jelasnya.
Gusrizal menilai kelangkaan itu yang muncul adalah persepsi publik yang merasa tidak dapat pupuk, tidak masuk RDKK, dan tidak mengetahui jika dosis berubah.(*)