Bernilai Tinggi, Petani Kalteng Gemari Inpari 42

Kalimantan Tengah, Swatani.id 

Inpari 42 adalah salah satu varietas yang banyak ditanam di area Food Estate Kalimantan Tengah. Menurut Susilawati, peneliti BPTP Kalteng, hal ini tidak terlepas dari preferensi petani karena keunggulan yang dimiliki varietas tersebut.

“Varietas Inpari 42 memiliki rendemen beras yang tinggi, 64-68%, selain itu karena banyak permintaan benih, sehingga banyak pula minat petani untuk menjadikan benih.” Ungkapnya di Palangkaraya, Sabtu (6/2) lalu.

Tak hanya itu, nilai jual gabah dari varietas yang dilepas pada 2016 ini cukup tinggi, bahkan melebihi harga pembelian yang ada. “Bahkan dengan kondisi saat ini yang dapat dibilang kurang bagus karena penjemuran tidak maksimal, harga gabah Inpari 42 mencapai Rp. 5.300, diatas harga pasaran yang hanya Rp. 4.800.” lanjutnya.

Inpari 42 juga merupakan padi yang disebut Green Super Rice (GSR), yaitu padi ramah lingkungan, sehingga tidak memerlukan pupuk yang banyak, namun lebih banyak aplikasi bahan organik. “Sehingga di paket teknologi RAISA, kita menggunakan selain kapur juga biotara, yaitu mikroba yang bekerja di tanah sulfat masam, seperti di rawa ini.” jelas Susi.

RAISA adalah akronim dari Rawa Intensif, Super dan Aktual dimana dalam paket teknologi ini terdapat berbagai aplikasi teknologi mulai dari penggunaan varietas unggul, pengelolaan air, pemanfaatan pembenah tanah, pemupukan spesifik, pengendalian hama dan penyakit secara terpadu, hingga penggunaan mekanisasi pertanian.

Menurut Kepala Balitbangtan Fadjry Djufry, teknologi ini sebelumnya telah teruji di lahan rawa pasang surut di wilayah Sumatera dan Kalimantan, serta dapat meningkatkan produktivitas padi hingga 5-6 ton/Ha. “Dan terbukti di Kabupaten Pulang Pisau ini, hasil panen petani rata-rata diatas 5 ton.” ujarnya saat mendampingi Menteri Pertanian menyaksikan panen di Desa Gadabung, Kecamatan Pandih Batu, Kabupaten Pulang Pisau, Rabu (10/2).

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo juga menunjukkan optimismenya atas program Food Estate ini, Syahrul mengatakan bahwa dari panen ini memperlihatkan program Food Estate untuk ketahanan pangan nasional telah berjalan sesuai dengan harapan.

“Ini merupakan final check, terhadap kesiapan 30 ribu hektare proses awal food estate di Kalteng. Secara umum sudah mulai kelihatan hasil panen yang makin baik.” ungkap SYL.

Mentan juga menilai dari hasil panen yang ada, apa yang telah dilakukan untuk program ini dapat dilanjutkan. “Kalau kita saksikan hasilnya membuat kita optimis, diatas 4-5 ton/Ha sudah bagus pada lahan rawa, mudah-mudahan bisa diatas itu. Kita tunjukkan ini tidak direkayasa, ada aspek-aspek dasar untuk kita lanjutkan.” ucapnya.

Susi kembali menambahkan bahwa tidak hanya Inpari 42 yang disukai oleh petani di kawasan Food Estate, namun juga beberapa varietas unggul hasil Balitbangtan yang lain seperti Inpari 30 dan Inpari 32. Sehingga setiap penggunaan varietas yang ada bukan hanya berdasarkan anjuran, namun juga mempertimbangkan pilihan dari petani.

“Walaupun kita memiliki varietas spesifik lokasi, namun tetap kita kembalikan pada preferensi petani, sehingga apa yang diterapkan di lapang adalah hasil inovasi dan preferensi petani, itu terkait varietas,” tambahnya.

Menurut Susi, para petani di Kalimantan Tengah telah lama mengenal berbagai inovasi teknologi yang saat ini diterapkan di kawasan Food Estate, “jadi bukan saat ini mereka baru mengenal, tapi bagaimana kita mematangkan semua komponen itu menjadi satu kesatuan yang utuh.” Ungkap Susi.

Sementara, mengenai hasil produksi yang telah mampu mencapai target, Susi memberikan apresiasi kepada para petani, “Disinilah proses inovasi, adopsi dan intervensi terjadi. Dengan aplikasi di lapang dan petani telah mengikuti secara tepat, terbukti dapat terjadi peningkatan produksi.” tutupnya.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *