Jakarta, Swatani.id
Sosoknya bukan asing lagi. Ia pernah menjadi “orang nomer satu” di tentara sebagai mantan Panglima TNI, lalu dua periode menjadi Kepala Staf Presiden Jokowi. Bahkan baru-baru ini, Jenderal TNI (Purn) Moeldoko sempat “mewanti-wanti” juniornya menyusul “insiden” Taman Makam Kalibata, Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo.
Selain tegas, terutama keamanan gangguan keamanan, jenderal asal Kediri, Jawa Timur ini, juga piawai soal pertanian. Terlebih, kapasitasnya sampai saat ini, menyandang Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) selama dua periode. Di tangan dia, HKTI yang semula terbelah dua, kini menjadi satu di bawah kepemimpinannya.
Bagi dia, setiap petani di negeri ini, punya lima masalah. Apa saja itu?
Pertama, kata si bungsu dari 12 bersaudara ini, masalah tanah yang kian sempit dan rusak, baik akibat lahan yang menyempit maupun kondisi tanah yang semakin buruk, terutama karena petani yang tinggal di Pulau Jawa.
“Kita menghadapi masalah tanah yang semakin sempait dan rusak, terutama di Pulau Jawa,” ujar Moeldoko dalam diskusi virtual bertajuk Ketahanan Pangan Untuk Indonesia Maju yang diselenggarakan oleh Solopos, 24 September lalu.
Kedua, kata Moeldoko, petani di Indonesia masih terkait dengan kapital. Dia menyebut program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dikucurkan pemerintah belum mampu memberikan efek yang signifikan bagi petani.
Sebab, petani dalam negeri masih enggan atau tidak mau diribetkan dengan program kredit yang tidak berwujud bagi petani lokal.
Ketiga, masalah manajemen. Sampai saat ini, para petani lokal masih bermasalah dengan manajerial dan masih menerapkan konsep sederhana, yakni bertani untuk bertahan hidup.
Keempat, petani di Indonesia belum memiliki penerimaan yang baik terkait dengan masalah teknologi.
Kelima, masalah pascapanen. Menurut Moeldoko, masalah utama bagi petani untuk masa pascapanen masalah harga yang dikatakan selalu berada di posisi yang kalah untuk hal tersebut. “Karena itu, pemerintah memberikan sejumlah strategi untuk masing-masing masalah yang telah diidentifikasi tersebut,” tuturnya.
Khusus soal tanah, pemerintah melakukan upaya ekstesifikasi dengan membuka sejumlah lahan baru, khususnya di beberapa daerah seperti Kalimantan Tengah, dan Sumatra Utara, Sumatra Selatan.
Selanjutnya, pemerintah akan melanjutkan upaya tersebut ke wilayah timur Indonesia, yakni Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Papua.
Sementara untuk membenahi permasalah kapital para petani, pemerintah telah melakukan pembahasan serta membuka akses bagi petani ke lembaga perbankan dan asuransi.
Khusus di wilayah Lombok Timur, Moeldoko menyebutkan, sudah tersedia lembaga perbankan serta Jasindo sebagai perusahaan asuransi bagi para petani.
“Petani di sana juga memiliki of taker. Kemudian, HKTI selalu melakukan pendampingan, dan alhamdulillah skemanya berjalan dengan baik,” ujar Moeldoko.
Selain itu, pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) berkolaborasi dengan HKTI untuk memaksimalkan anggaran KUR senilai Rp50 triliun bagi kemaslahatan para petani.
Dari segi kemampuan manajerial, Moeldoko mengatakan pemerintah mesti mengajak dan mendampingi para petani untuk mulai membuat perencanaan bertani yang baik.
“Petani tidak boleh lagi bertani dengan asal-asalan. Tidak perhitungan, sehingga berapa untung berapa rugi tidak pernah diketahui,” ujar Moeldoko.
Untuk masalah teknologi, pemerintah dikatakan memiliki tanggung jawab dalam mempersiapkan penelitian dan pengembangan (R&D) guna menghasilkan benih berkualitas. Sejauh ini, HKTI disebut memiliki benih padi berjenis M400 dengan hasil panen mencapai 10 ton per hektar.
Selain M400, HKTI memiliki M70D yang mampu menghasilkan padi dalam kurun waktu 75 hari dengan capaian hasil panen mencapai 8 ton per hektar. Adapun, M70D dikatakan mampu memberikan dampak signifikan bagi petani petani sudah dimanfaatkan secara massif.
Terakhir, pemerintah benar-benar masalah masalah pascapanen yang oleh para petani. Peran Badan Urusan Logistik (Bulog) sangat penting dalam mengatasi masalah pascapanen tersebut.
“Kalau tidak, petani akan selalu jadi pihak yang kalah. Peran Bulog harus dikedepankan, dan harus menjawab kehidupan para petani. Ini masalah mendasar, kalau tidak dibenahi dengan baik maka petani akan merepoting terus,” tegasnya.
Selama perjalanan kariernya, Moeldoko tercatat ada sembilan penghargaan dari pemerintah Indonesia, Polri, dan PBB. Moeldoko juga pernah ikut dalam sejumlah operasi di antaranya Operasi Seroja di Timor Leste pada 1984 dan Konga Garuda XI / A tahun 1995.
Puncak karier di TNI saat ia ditunjuk sebagai Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Panglima TNI pada 30 Agustus 2013.
Saat Joko Widodo ditempatkan sebagai presiden, ayah dari Randi Bimantoro dan Joanina Rachma ini masih dipercaya sebagai Panglima TNI hingga dia purna tugas pada tanggal 8 Juli 2015. Ia kemudian menugaskan Jenderal Gatot Nurmantyo, juniornya dengan KAMI-nya.